Sabtu, 29 Oktober 2022

Analisis Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998

 

Mahasiswa Universitas Trisakti menuntut reformasi pada 12 Mei 1998. Aksi demonstrasi ini kemudian berujung tragedi.(KOMPAS/Julian Sihombing)



Latar Belakang, Konologi dan Penyebab Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998

    Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara, salah satu gedung utama MPR/DPR RI di Jakarta. Termasuk di antaranya adalah mahasiswa Universitas Trisakti. Para mahasiswa menuntut reformasi sejak awal tahun 1998 dan tanggung jawab pemerintah atas terjadinya krisis ekonomi Indonesia pada awal tahun 1998 yang dipengaruhi krisis finansial Asia pada tahun 1997-1999.

    Aksi tersebut semakin terbuka menyusul pengangkatan Soeharto menjadi presiden untuk ke tujuh kalinya lewat Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998. Para aktivis menilai jika pemerintahan Orde Baru telah melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), hingga menyeret negara ke dalam krisis moneter.

    Namun, aksi tersebut dihalangi olek pihak kepolisian yang disusul oleh kedatangan militer. Beberapa perwakilan mahasiswa kemudian melakukan negosiasi dengan polisi terkait aksi tersebut. Pada pukul 17.15 WIB, para mahasiswa bergerak mundur dengan diikuti majunya pergerakan aparat keamanan. Aparat keamanan memukul mundur mahasiswa dengan menembakkan peluru ke arah para mahasiswa.

    Akibatnya, para mahasiswa berpencar karena panik. Sebagian besar melarikan diri dan berlindung di Universitas Trisakti. Karena aparat tidak berhenti melakukan tembakan, satu persatu korban mulai berjatuhan dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras. Selain tembakan yang dilakukan aparat keamanan dihadapan para mahasiswa, juga terdapat tembakan yang berasal dari atas fly over Grogol dan jembatan penyeberangan. Aparat keamanan tidak hanya menembaki mereka dengan peluru karet, tetapi juga menggunakan peluru tajam. Insiden tersebut menewaskan enam orang korban dan dipastikan bahwa empat diantaranya adalah mahasiswa Trisakti.

    Satuan pengamanan di lokasi pada saat itu adalah Brimob, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam, serta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, rangkaian senapan Steyr, dan senapa serbu SS-1.

    Pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, tetapi hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara saat itu memprediksi bahwa peluru tersebut hasil pantulan peluru tajam dari tanah untuk tembakan peringatan.

Korban Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998

    Sehari setalah Tragedi Trisakti pada 13 Mei 1998, Rektor Universitas Trisakti Prof Dr Moedanton Moertedjo mengumumkan mahasiswanya yang tewas ketika mengikuti demonstrasi. Prof. Dr. Moedanton menyebut jika terdapat enam mahasiswa yang tewas sewaktu berada di dalam kampus akibat dihujani peluru yang ditembakkan aparat. Salah satu tembakan tersebut juga berasal dari jalan layang Grogol (Grogol fly over). Dalam jumpa pers yang dilakukan, pihak Univeristas Trisakti menyebutkan ada enam korban tewas, namun dipastikan bahwa empat di antaranya adalah mahasiswa Trisakti.

    Berikut ini adalah korban Tragedi Trisakti: 
  1. Elang Mulia Lesmana (Fakultas Arsitektur Trisakti, angkatan 1996) 
  2. Hafidi Alifidin (Fakultas Teknik Sipil Trisakti, angkatan 1995) mengalami luka tembak di kepala. 
  3. Heri Heriyanto (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin Trisakti, angkatan 1995) mengalami luka tembak di punggung 
  4. Hendriawan (Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Trisakti, angkatan 1996) mengalami luka tembak di pinggang 
  5. Vero 
  6. Alan Mulyadi.
    Selain dari korban yang tewas, terdapat puluhan mahasiswa lainnya yang menderita luka berat dan ringan.

    Dalam Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti tersebut terjadi interaksi atau tindakan yang dilakukan oleh antarkelompok. Tragedi tersebut terdapat konflik sosial yang dilakukan oleh kelompok dalam mencapai tujuannya, disertai dengan adanya paksaan dari kelompok mahasiswa dalam menuntut reformasi dan pertanggungjawaban pemerintah atas terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, serta kekerasan yang dilakukan oleh pihak aparat keamanan. Hal tersebut termasuk kedalam Interaksi Sosial Disosiatif Konflik.

    Mengapa tragedi penembakan tersebut termasuk kedalam Interaksi Sosial Disosiatif Konflik?

    Karna hal ini mengarah ke hal negatif dimana konflik didalamnya atau pertentangan ini menyebabkan pertikaian. Penyebab adanya perbedaan kepentingan yang membuat rasa marah hingga benci dan menimbulkan rasa untuk menyerang bahkan melukai. 

    Sebenarnya perbedaan kepentingan antarkelopok merupakan hal yang wajar karna setiap kelompok mempunyai kepentingan masing-masing, tetapi menjadi hal yang tidak wajar jika didalamnya terdapat kekerasan yang dilakukan oleh satu kelopok terhadap kelompok lain. 

    Jadi kesimpulan yang dapat saya berikan Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998 termasuk kedalam bentuk Interaksi Sosial Disosiatif Konflik


Dikutip dari :

https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/12/093000965/sejarah-tragedi-penembakan-mahasiswa-trisakti-12-mei-1998?page=all

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6282784/tragedi-trisakti-penyebab-dan-kronologi-gugurnya-4-mahasiswa
     

TRADISI UPACARA WETONAN MASYARAKAT JAWA

       Mengapa upacara tradisi Wetonan bisa dikatakan kebudayaan?     Karena Wetonan berawal dari budaya kepercayaan yang dilakukan oleh mas...